Masjid al-Haram
Dari Abu Dzar r.a, ia berkata kepada Rasulullah SAW, “Masjid manakah
yang pertama kali diletakkan di bumi ini ? “Rasulullah bersabda, “Masjid
al-Haram”, kemudian aku bertanya, “Lalu masjid apa ? “Beliau bersabda,
“Masjid Aqsha” aku berkata, “Berapa jarak antara keduanya ? beliau
bersabda, “Empat puluh tahun, kapan saja datang waktu shalat kepadamu
nanti, maka shalatlah padanya, karena keutamaan ada padanya”. (H.R.
Bukhari).
Dari Jabir r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Shalat di Masjidku lebih utama seribu kali dari shalat di Masjid yang lain, kecuali Masjid al-Haram. Dan shalat di Masjid al-Haram lebih utama seratus ribu kali dari shalat di selainnya”. (H.R. Ahmad). Mayoritas ulama mengatakan bahwa pelipat gandaan itu tidak terbatas hanya pada areal Masjid al-Haram yang mengelilingi Ka’bah, namun mencakup seluruh areal tanah suci.
Dari Jabir r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Shalat di Masjidku lebih utama seribu kali dari shalat di Masjid yang lain, kecuali Masjid al-Haram. Dan shalat di Masjid al-Haram lebih utama seratus ribu kali dari shalat di selainnya”. (H.R. Ahmad). Mayoritas ulama mengatakan bahwa pelipat gandaan itu tidak terbatas hanya pada areal Masjid al-Haram yang mengelilingi Ka’bah, namun mencakup seluruh areal tanah suci.
Ka’bah
Ia adalah rumah Allah SWT yang suci dan kiblat kaum muslimin. Allah
telah mengizinkan untuk mengangkatnya dan memerintahkan Khalil-Nya
(kekasih) Nabi Ibrahim untuk membangunnya. Allah mengistimewakannya
dengan keistimewaan yang agung. Diantaranya adalah bahwa Ka’bah
berhubungan dengan dua rukun Islam, yaitu Shalat dan Haji. Shalat tidak
sah tanpa menghadap kiblat dan Haji seorang Muslim tidak sempurna hingga
ia melaksanakan thawaf di Ka’bah. Allah SWT berfirman dalam surat Al
Baqarah ayat 144 : “Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat
yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu kea rah Masjidil Haram. Dan dimana
saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya”. Dan Allah SWT
berfirman dalam surat Ali Imran ayat 97 : “Mengerjakan haji adalah
kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah”.
Allah SWT tidak membolehkan bagi siapapun melakukan thawaf pada bangunan apapun selain Ka’bah, dan menjadikannya sebagai rukun bagi orang yang melaksanakan Haji dan Umrah. Tidak sah Haji dan Umrah tanpa melaksanakan thawaf di Ka’bah. Pada selain Haji dan Umrah, Allah menganjurkannya dan menjanjikan pahala yang sangat besar. Dari Abdullah bin Umar r.a, ia mendengar Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang thawaf tujuh kali putaran, maka untuknya pahala memerdekakan seorang budak sahaya”. (H.R. An-Nasa’i). Allah SWT juga mewajibkan atas setiap orang yang Haji jika ia hendak keluar dari kota Mekkah untuk melakukan thawaf wada (perpisahan) di Ka’bah, serta memperingatkan dari perbuatan menghalangi orang-orang yang thawaf ketika mereka menghendakinya.
Sebagai penekanan dan pengagungan atas kedudukannya, Nabi melarang menghadap kiblat dan membelakanginya ketika buang hajat. Dari Abu Ayyub r.a, Rasulullah SAW bersabda, “Jika kalian hendak buang hajat, maka janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya, akan tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat”. (H.R. Bukhari). Terdapat juga dalam beberapa hadits larangan meludah ke arah kiblat sebagai bentuk pengagungan untuknya. Mengagungkan Ka’bah hendaknya dilakukan sesuai yang diisyaratkan Allah SWT, dengan meghadapnya, thawaf mengitarinya, menyentuh apa yang disyariatkan untuk disentuh yaitu ada dua (hajar aswad dan rukun yamani), berdoa di Multazam sebagaimana yang akan datang. Adapun selain itu berupa menggelantung di tirainya, mengusap-usap kiswahnya dan bertabarruk (memintah berkah) dengannya, maka ia termasuk bentuk pengagungannya yang menyelisihi petunjuk Nabi.
Allah SWT tidak membolehkan bagi siapapun melakukan thawaf pada bangunan apapun selain Ka’bah, dan menjadikannya sebagai rukun bagi orang yang melaksanakan Haji dan Umrah. Tidak sah Haji dan Umrah tanpa melaksanakan thawaf di Ka’bah. Pada selain Haji dan Umrah, Allah menganjurkannya dan menjanjikan pahala yang sangat besar. Dari Abdullah bin Umar r.a, ia mendengar Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang thawaf tujuh kali putaran, maka untuknya pahala memerdekakan seorang budak sahaya”. (H.R. An-Nasa’i). Allah SWT juga mewajibkan atas setiap orang yang Haji jika ia hendak keluar dari kota Mekkah untuk melakukan thawaf wada (perpisahan) di Ka’bah, serta memperingatkan dari perbuatan menghalangi orang-orang yang thawaf ketika mereka menghendakinya.
Sebagai penekanan dan pengagungan atas kedudukannya, Nabi melarang menghadap kiblat dan membelakanginya ketika buang hajat. Dari Abu Ayyub r.a, Rasulullah SAW bersabda, “Jika kalian hendak buang hajat, maka janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya, akan tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat”. (H.R. Bukhari). Terdapat juga dalam beberapa hadits larangan meludah ke arah kiblat sebagai bentuk pengagungan untuknya. Mengagungkan Ka’bah hendaknya dilakukan sesuai yang diisyaratkan Allah SWT, dengan meghadapnya, thawaf mengitarinya, menyentuh apa yang disyariatkan untuk disentuh yaitu ada dua (hajar aswad dan rukun yamani), berdoa di Multazam sebagaimana yang akan datang. Adapun selain itu berupa menggelantung di tirainya, mengusap-usap kiswahnya dan bertabarruk (memintah berkah) dengannya, maka ia termasuk bentuk pengagungannya yang menyelisihi petunjuk Nabi.
Hajar Aswad
Ia adalah diantara tanda-tanda kekuasaan Allah yang jelas di Masjid
al-Haram. Sejumlah hadits menyebutkan bahwa asalnya dari surge. Ia
dahulu lebih putih dari susu, akan tetapi dosa-dosa anak Adam membuatnya
menjadi berwarna hitam. Diantaranya hadits Ibnu Abbas, “Hajar Aswad
turun dari surge dalam keadaan lebih putih dari susu, kemudian dosa-dosa
anak Adam membuatnya menjadi hitam”. (H.R. Tirmidzi). Nabi SAW
menjelaskan pahala bagi orang yang menyentuh Hajar Aswad. Seseorang
datang kepada Ibnu Umar r.a seraya berkata, “Wahai Abu Abdurrahman, aku
tidak melihat engkau mengusap kecuali dua penjuru (Ka’bah) ini saja
(Hajar Aswad dan Rukun Yamani), kemudian ia menjawab, aku mendengar
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya mengusap keduanya dapat menghapus
dosa-dosa”. (H.R. Ahmad)
Hajar Aswad kelak juga akan menjadi saksi bagi orang yang menyentuhnya dengan kebenaran. Dari Ibnu Abbas r.a, Rasulullah SAW bersabda tentang Hajar Aswad, “Demi Allah, Allah akan menghidupkannya pada hari kiamat dengan memiliki mata untuk melihat dan lisan yang berbicara, serta bersaksi atas orang yang mengusapnya dengan kebenaran”. (H.R. Tirmidzi). Disunnahkan bagi orang yang thawaf untuk bertakbir (mengucapkan Allahu Akbar) ketika melewati Hajar Aswad pada setiap permulaan putaran. Sebagaimana juga disunnahkan untuk menciumnya jika memungkinkan. Jika tidak, cukup dengan menyentuhnya dengan tangan dan mengusapnya kemudian mencium tangan tersebut atau menyentuhnya dengan tongkat dan mencium apa (bagian tongkat) yang sampai kepadanya. Jika tidak, maka berisyarat dengan tangan ketika tidak mampu mencium atau menyentuh, atau dalam kondisi khawatir menyakiti orang lain, dan bertakbir ketika melakukan itu semua, dalam rangka mengikuti sunnah Nabi SAW dan meyakini bahwa Hajar Aswad tidak dapat member bahaya atau manfaat. Oleh karena itu Umar al-Faruq r.a berkata ketika mencium Hajar Aswad, “Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau adalah batu yang tidak dapat member bahaya atau manfaat. Andai aku tidak melihat Rasulullah SAW menciummu, maka aku tidak akan menciummu”. (H.R. Bukhari).
Hajar Aswad kelak juga akan menjadi saksi bagi orang yang menyentuhnya dengan kebenaran. Dari Ibnu Abbas r.a, Rasulullah SAW bersabda tentang Hajar Aswad, “Demi Allah, Allah akan menghidupkannya pada hari kiamat dengan memiliki mata untuk melihat dan lisan yang berbicara, serta bersaksi atas orang yang mengusapnya dengan kebenaran”. (H.R. Tirmidzi). Disunnahkan bagi orang yang thawaf untuk bertakbir (mengucapkan Allahu Akbar) ketika melewati Hajar Aswad pada setiap permulaan putaran. Sebagaimana juga disunnahkan untuk menciumnya jika memungkinkan. Jika tidak, cukup dengan menyentuhnya dengan tangan dan mengusapnya kemudian mencium tangan tersebut atau menyentuhnya dengan tongkat dan mencium apa (bagian tongkat) yang sampai kepadanya. Jika tidak, maka berisyarat dengan tangan ketika tidak mampu mencium atau menyentuh, atau dalam kondisi khawatir menyakiti orang lain, dan bertakbir ketika melakukan itu semua, dalam rangka mengikuti sunnah Nabi SAW dan meyakini bahwa Hajar Aswad tidak dapat member bahaya atau manfaat. Oleh karena itu Umar al-Faruq r.a berkata ketika mencium Hajar Aswad, “Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau adalah batu yang tidak dapat member bahaya atau manfaat. Andai aku tidak melihat Rasulullah SAW menciummu, maka aku tidak akan menciummu”. (H.R. Bukhari).
Rukun Yamani
Nabi SAW dahulu menyentuh dan mengusapnya dengan tangannya yang mulia.
Sebagaimana yang telah lalu dalam hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan
secara marfu (sampai ke Rasulullah SAW), “Sesungguhnya mengusap Rukun
Yamani dan Hajar Aswad dapat menghapus dosa-dosa”. Telah sepakat para
ulama atas disunnahkannya menyentuh Rukun Yamani dengan kedua tangan
atau tangan kanan saja, dalam rangka mengikuti petunjuk Nabi SAW. Adapun
menciumnya, maka mayoritas ulama tidak menganggapnya sunnah. Ibnu
Qayyim berkata tentang keutamaan Hajar Aswad dan Rukun Yamani, “Tidak
ada sesuatu pun di muka bumi ini yang disyariatkan untuk dicium dan
disentuh, serta dihapus dosa dan kesalahan dalam melakukannya, kecuali
Hajar Aswad dan Rukun Yamani”.
Hijir
Hijir (dengan mengkasrohkan huruf al-haa) adalah dinding yang melingkar
yang terletak di bagian selatan Ka’bah, antara Rukun (penjuru Ka’bah)
Syami (arah Syam) dan Gharbi (arah barat). Ia adalah bagian dari Ka’bah.
Dahulu orang-orang Quraisy kekuarangan biaya untuk membangun Ka’bah
sesuai pondasi yang diletakkan Nabi Ibrahim secara sempurna, kemudian
mereka membuat batas sesuai pondasi Nabi Ibrahim. Dikatakan, bahwa
karena itulah disebut Hijir. Nabi menjelaskan ukuran Hijir. Dari Aisyah
r.a, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kaummu kurang dalam
membangun Ka’bah. Andai bukan karena orang-orang baru saja meninggalkan
kesyirikan, aku akan merenovasi (Ka’bah) apa yang dahulu mereka tidak
lakukan. Jika telah nampak bagi kaummu setelahku mereka membangunnya,
maka ikutilah aku untuk aku tunjukkan apa yang mereka tinggalkan
darinya. “Aisyah r.a berkata, “Aku melihatnya tujuh hasta”. (H.R.
Muslim). Oleh karena itu, siapa yang Shalat di Hijir, maka ia berarti
Shalat di dalam Ka’bah.
Multazam
Dengan mendhammahkan huruf mim dan memfathahkan huruf az-zay. Ia
terletak antara pintu Ka’bah dan Hajar Aswad. Sebagaimana yang
dijelaskan oleh Ibnu Abbas r.a, “Ini Multazam antara Rukun (Hajar Aswad
dan pintu (Ka’bah)”. (H.R. Abdurrazak). Dikenal juga dengan nama al
mud’a (tempat untuk berdoa) dan al muta’awwadz (tempat meminta
perlindungan). Imam Nawawi Rahimahullah mengatakan, “Diriwayatkan bahwa
Rasulullah SAW berta’wudz di antara Rukun (hajar aswad) dan pintu.
Beliau menempelkan dada, wajah, lengan dan kedua tangannya serta membuka
keduanya dengan lebar. Hadits ini diriwayatkan dengan dua jalur yang
dhaif (lemah). Diantara yang diriwayatkan melakukan itu juga adalah Ibnu
Abbas r.a.
Maqam Ibrahim
Ia adalah tempat yang Nabi Ibrahim as pernah berdiri di atasnya, ketika
membangun Ka’bah dan beliau merasa berat untuk mengambil batu. Maka
beliau berdiri di sana dan membangun, sementara Ismail as mengambilkan
batunya. Disini pulalah tempat beliau melakukan panggilan dan adzan
untuk Haji. (Baca Kisah : Asal Usul Nabi Ibrahim AS)
Air Zamzam
Ia adalah sumur yang diberkahi yang sangat terkenal di Masjidil Haram,
sebelah timur Hajar Aswad dan sebelah barat Maqam Ibrahim. Kisah
keluarnya air dari tempat ini sudah begitu terkenal dan
keutamaan-keutamaannya telah diketahui. Allah mengistimewakan air ini
dengan keistimewaan-keistimewaan yang membedakannya dari seluruh air
yang lain.
Shafa dan Marwah
Keduanya adalah bukit di Mekkah. Terletak di timur Ka’bah, didatangi
sebagai tempat untuk melakukan Sa’I antara keduanya dalam pelaksanaan
Haji dan Umrah yang merupakan salah satu dari rukun-rukunnya.
0 comments:
Post a Comment